Categories
Popular News

Intip Sejarah Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) Part 2

Budaya memasang undian atau lotre memang cukup marak terjadi di banyak negara maju. Seperti halnya terjadi pada negara Jepang sampai negeri Paman Sam Amerika Serikat.

Coba sahabat Bonanza88 bayangkan mulai dari pertandingan sepak bola hingga e-sport pun ada bagian dari lotrenya sendiri. Pasalnya lotre ialah salah satu bentuk perjudian.

Kondisi ini bukan sebagai hal yang aneh. Pasalnya jika kehadiran lotre menjadi sebuah hiburan bagi masyarakatnya. Artinya, siapa saja bebas memainkan lotre atau undian berhadiah.

Namun jelas undian atau lotre jelas tidak cocok dengan budaya di Tanah Air. Lantaran memang pemerintah tegas melarang legalisasi lotre yang dinilai bertentangan dengan moral bangsa.

Akan tetapi siapa yang mengira jika undian dan lotre dulu pernah dilegalkan oleh pemerintah di zaman orde baru. Alasannya, sebagai sebuah dana undian yang  diperuntukan untuk pembangunan di Tanah Air.

Tentu saja semua itu sudah ada sistem yang mengaturnya sehingga tak mencolok sebagai salah satu bagian dari praktik perjudian.

Popularitas SDSB di Tanah Air

Ya, kupon SDSB sendiri hadir di Indonesia periode tahun 1978 – 1990. Pada saat itu, SDSB hadir  ke dalam bentuk secarik kupon undian yang diperjualbelikan dengan harga cukup mahal

Bisa dikatakan, saat itu nilanya setara dengan harga 2-3 kilogram beras. Diketahui, kupon SDSB terbagi menjadi dua bagian yakni kupun seharga Rp 5.000 dan Rp 1.000.

Tentu saja perbedaan harga tersebut dengan nominal hadiah yang juga berbanding besar. Untuk kupon seharga Rp 5.000 maka pemenang bisa mendapatkan hadiah sampai dengan Rp 1 miliar.

Sementara untuk kupon seharga Rp 1.000 maka pemenang bisa mendapatkan hadiah sebesar Rp 3,6 juta. Untuk saat itu, jumlah tersebut memang sangat luar biasa besar.

Namun bila dipikir kembali, harga kupon SDSB yang selangit tersebut memang tidak sebanding dengan selembar harapan yang belum pasti tersampaikan.

Pihak penyedia kupon pun tak kehabisan ide. Mereka lantas memberikan adanya penawaran hadiah untuk bisa menarik minat calon pembeli. 

Selain itu juga, sejumlah dana yang dibayarkan dikemas pula dengan sebuah istilah sumbangan untuk menghindari adanya tuntutan.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, beredarnya kupon SDSB rupanya berada di bawah naungan Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) yang disponsori langsung oleh Presiden Soeharto.

Bahkan, stasiun televisi nasional pertama di Indonesia, TVRI selalu rutin menayangkan acara olahraga, semisal tinju dan sepak bola yang mana memperoleh sponsor dari Yayasan SDSB.

Di mana, pada tiap siaran selalu saja menampilkan tulisan berjalan atau populer dengan istilah running text yang mana berisi informasi jika acara tersebut diselenggarakan lantaran terdapat kerja sama dengan Yayasan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah.

Dengan begitu, masyarakat percaya jika kehadiran SDSB tak lain sebagai sebuah media amal yang dapat menghimpun sumbangan masyarakat dalam menyelenggarakan perhelatan tertentu. 

Padahal, apabila diperhatikan bahwa masyarakat pada saat itu tengah mengundi nasib mereka dengan menanti hadiah yang sudah dijanjikan.

Mereka pun bertaruh serta menebak-nebak angka secara berulang. Yang mana semakin penasaran maka semakin ketagihan pula hingga rela untuk menguras hasil keringat agar bisa membeli selembar kupon tersebut.

hingga pada akhirnya, Pemerintah pun tak menyangka jika peredaran kupon undian SDSB ini semakini populer dan meningkat. 

Oleh sebab itu, , pemerintah pun berusaha membatasi bagi masyarakat kecil yang menginginkan untuk mencoba-coba undian SDSB dengan cara menaikkan harga kupon.

Namun, sayangnya banyak pihak yang mengambil kesempatan tersebut dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjadi pemodal serta menawarkan kupon dengan harga yang lebih murah. 

Hal inilah yang menjadikan minat rakyat kecil untuk bisa mengikuti judi semakin meningkat pesat pada masa itu.

Dari SDSB Hingga Porkas

Bersamaan dengan kepopuleran SDSB, pemerintah pun kembali mengeluarkan jenis legal lainnya bernama kupon Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas).

Porkas sendiri dimanfaatkan untuk sisi pembinaan aspek olahraga, yang dimulai sejak tahuun 1986. Diketahui, sebelum Porkas beredar, Presiden Soeharto menugaskan Menteri Sosial Mohammad Syafa’at Mintaredja pergi ke Inggris.

Di sana, sang menteri diminta untuk mempelajari bagaimana cara undian berhadiah itu dilakukan oleh Forecast Inggris selama periode dua tahun. Penyelengaaraan Forecast di Inggris dilakukan dalam bentuk sederhana serta tidak menimbulkan ekses judi.

Pemerintah kemudian mencoba mengaplikasikan Forecast tersebut dengan nama anyar yakni Porkas Sepakbola. Ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1954 tentang Undian.

Juga diperkuat dengan adanya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor BSS-10-12/1985 tanggal 10 Desember 1985 yang diteken Mensos Nani Soedarsono. Porkas resmi beredar di Indonesia pada tahun 1986.

Kemudian, kehadiran Porkas pun terbilang sukses. Dana jumbo yang berhasil terkumpul dari undian itu lalu dipergunakan untuk dana olahraga.

Salah satunya, membiayai sebuah kompetisi sepak bola bernama Galatama yang dikelola Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Di mana, pembeli Porkas harus bisa memilih hasil pertandingan yang terdiri dari sistem menang-seri-kalah. Pemerintah melalui tangan PSSI dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) akhirnya melakukan undian tiap satu pekan sekali setelah 14 klub bertanding.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *